top of page

insights.


Resesi ekonomi dunia yang terjadi saat ini sudah mulai memberikan pengaruh terhadap portofolio yang dikelola oleh Dana Pensiun di Indonesia termasuk pada portofolio Surat Berharga Pendapatan Tetap.


Penerapan tata kelola dana pensiun secara profesional dirasakan semakin memiliki peran penting guna antisipasi dampak dari resesi ekonomi dunia, khususnya berkaitan dengan pengelolaan Asset Liabilities Management (ALM)


Webinar ini bertujuan untuk menambah wawasan dan informasi menuju Profesionalisme Dana Pensiun di Era Digital serta Peranan teknologi untuk mendukung tata kelola dan proses investasi DAPEN


Latar Belakang

  • Resesi Ekonomi Dunia khususnya di Amerika Serikat yang terjadi saat ini sudah mulai memberikan pengaruh terhadap portofolio yang dimiliki oleh Dana Pensiun di Indonesia khususnya pada portofolio Surat Berharga Pendapatan Tetap

  • Pentingnya dana pensiun dikelola dengan amanah agar manfaatnya optimal bagi peserta.

  • Pentingnya pengelola dana pensiun harus memiliki integritas, kompentensi, dan profesionalisme.

  • Pentingnya menerapkan tata kelola dana pensiun secara profesional sekaligus antisipasi terhadap era kenormalan baru pasca Covid-19 serta dampak dari resesi ekonomi dunia, khususnya berkaitan dengan pengelolaan Asset Liabilities Management (ALM) dana pensiun di era kenormalan baru

  • Pentingnya menambah wawasan dan informasi terkait tata Kelola dana pensiun dan memperkenalkan Profesionalisme Dana Pensiun di Era Digital serta Peranan teknologi untuk mendukung tata kelola dan proses investasi DAPEN


Agenda

  • Keynote Speech - Sesriwati (Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan Otoritas Jasa Keuangan)

  • Profesionalisme Dana Pensiun di Era Digital - Nur Hasan Kurniawan (Managing Partner DSS Consulting)

  • Diskusi Panel mengenai "Penerapan Asset Liability Management dan peranan teknologi untuk mendukung tata kelola dan proses investasi Dana Pensiun"


Registrasi


Profil Pembicara

Ni Made Muliartini

Chief Investment Officer Principal Asset Management


Ni Made Muliartini adalah Chief Investment Officer dari PT Principal Asset Management, yang telah memiliki pengalaman selama 20 tahun di industri pasar modal. Beliau merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan sebelumnya bergabung di Principal sejak tahun 2019 sebagai Head of Equity / Deputy Chief Investment Officer.


Sebelum bergabung di PT Principal Asset Management, beliau bergabung di PT Schroder Investment Management selama 7 tahun. Beliau juga pernah bergabung di PT First State Investment Indonesia selama 9 tahun sebagai Senior Investment Manager, dengan posisi terakhir sebagai Head of Equity pada 2019


Dr. Nur Hasan Kurniawan (Nanang)

Managing Partner DSS Consulting


Nanang telah memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun di industri keuangan, dengan menjabat sebagai C level dalam beberapa perusahaan dan mengembangkan dana pensiun serta Asuransi Kesehatan kumpulan dari sebuah perusahaan Asuransi Joint Venture, sampai dengan asset +/- Rp 14 Trilyun dan jumlah peserta 200.000 orang. Saat ini Nanang juga menjabat sebagai komisaris independen di Zurich General Takaful Indonesia serta komisaris independent di Heksa Life Solution dan telah lulus uji kepatutan oleh OJK.


Nanang Lulus dari S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister di bidang Keuangan dan Pasar Modal juga dari Universitas Indonesia, serta mendapatkan gelar Doktoral untuk bidang Manajemen Sumber Daya Manusia dari Universitas Negeri Jakarta, serta memiliki sertifikat-sertifikat dalam bidang Dana Pensiun, Investasi dan Keuangan.


Nanang mendirikan DSS Consulting sejak tahun 2017 dan menjabat sebagai komisaris utama selain itu Nanang adalah CEO dari PT APACInsuretech Consulting Indonesia, anak perusahaan dari APACInsuretec Hongkong, juga sebagai Ketua Umum Perkumpulan DPLK, serta membantu regulator untuk beberapa legislasi Sebagian besar dalam hal Pensiun. Nanang sering diundang sebagai pembicara dalam berbagai seminar internasional atau domestik, sebagian besar untuk materi pensiun. Bekerja bersama regulator dalam membahas beberapa regulasi yang berhubungan dengan Pensiun, Asuransi dan Program Jaminan Sosial.


Dr. Yogo Purwono

Tenaga Ahli KKA GD


Yogo merupakan tenaga ahli dalam bidang Quantitative Finance and Risk Management bagi Kantor Konsultan Aktuaria or “KKA GD”.


Yogo memiliki pengalaman intensif sebagai peneliti tamu bidang dinamika jasa keuangan di BI, LPS, dan OJK. Ia juga aktif menjadi narasumber pada program persiapan sertifikasi manajemen risiko dan pernah duduk sebagai anggota Komite Audit dan Aktuaria untuk Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan hingga tahun 2020.


Di luar kegiatan sebagai dosen dan pembimbing mahasiswa dalam penelitian magsiter dan doktoral, Yogo pernah menjabat sebagai Kepala satuan Manajemen Risiko pada Pusat Administrasi Universitas Indonesia.


Yogo memiliki sertifikat CACP (Certification in Audit Committee Practices), ERMCP (Enterprise Risk Management Certified Professional), dan FRM (Financial Risk Manager). Pendidikan Eksekutif yang pernah ditempuhnya antara lain Business Analytics for Decision Making dan Machine Learning in Insurance.


Yogo memperoleh Magister Aktuaria dari MMUI, mengikuti Graduate Diploma pada Ilmu Aktuaria, University of Montreal Canada, Sandwich PhD Pogram di University of Gronigen Belanda dan Doktor pada jurusan Perbankan dan Keuangan FEB UI.

336 views0 comments

Ketika kita berbicara tentang PSAK 74 dan semua tantangannya, sebenarnya yang kita bicarakan adalah mengenai General Measurement Model (GMM). Dengan semua perhatian yang tertuju pada Building Blocks, Contractual Service Margin (CSM) dan coverage units, sepertinya PAA diabaikan atau bahkan tidak dianggap sebagai pilihan yang layak.


Apa itu PAA?

PAA adalah penyederhanaan dari GMM. PAA mengikuti prinsip dari GMM dalam hal pengelompokan (grouping), pengakuan pendapatan yang ditunda dan lain sebagainya, namun membolehkan pendekatan pengukuran yang lebih mendasar. Utamanya, PAA membolehkan entitas untuk mengukur besaran terkait sisa periode jasa (remaining service) dengan mengalokasikan premi selama periode pertanggungan.


PAA tidak hanya merupakan model yang lebih sederhana untuk pengukuran liabilitas dan pengakuan pendapatan, tetapi PAA juga mirip dengan metode yang digunakan oleh industri saat ini berdasarkan PSAK 62. Jadi, untuk perusahaan yang memilih untuk menerapkan PAA, maka perubahan metodologi dan model akan menjadi kurang signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan GMM.


Penyebab banyak perusahaan yang memiliki polis jangka panjang tidak mempertimbangkan dengan serius penggunaan PAA adalah karena adanya kriteria kelayakan yang bersifat ketat yang ditetapkan pada paragraf 53 dalam PSAK 74:


"Entitas dapat menyederhanakan pengukuran kelompok kontrak asuransi dengan menggunakan premium allocation approach… jika, dan hanya jika, pada saat insepsi kelompok:

a) Entitas secara wajar memperkirakan bahwa penyederhanaan tersebut akan menghasilkan pengukuran liabilitas sisa masa pertanggungan yang tidak berbeda material dari pengukuran bila menerapkan persyaratan (untuk GMM) atau

b) Periode pertanggungan setiap kontrak dalam kelompok adalah satu tahun atau kurang"


Apakah kriteria tersebut restriktif seperti kelihatannya?


Jangka waktu pertanggungan satu tahun atau kurang

Periode pertanggungan adalah periode dimana entitas menyediakan pertanggungan atas risiko yang diasuransikan. Periode ini mencakup pertanggungan yang berkaitan dengan seluruh premi dalam batasan kontrak asuransi. PSAK 74 mendefinisikan batasan kontrak asuransi pada paragraf 34 dalam PSAK 74:


"Arus kas berada dalam batasan dari sebuah kontrak asuransi jika arus kas tersebut timbul dari hak dan kewajiban substantif yang ada selama periode pelaporan pada saat entitas dapat memaksa pemegang polis untuk membayar premi, atau pada saat entitas memiliki kewajiban substantif untuk menyediakan jasa kepada pemegang polis… Kewajiban substantif untuk menyediakan jasa berakhir ketika:

  1. entitas memiliki kemampuan praktis untuk menilai kembali risiko atas pemegang polis tertentu dan, sebagai hasilnya, dapat menetapkan harga atau tingkat manfaat yang secara penuh merefleksikan risiko tersebut; atau

  2. kedua kriteria berikut terpenuhi:

i) entitas memiliki kemampuan praktis untuk menilai kembali risiko atas portofolio kontrak asuransi yang mengandung kontrak tersebut dan, sebagai hasilnya, dapat menetapkan harga atau tingkat manfaat yang secara penuh merefleksikan risiko dari portofolio tersebut; dan ii) penentuan harga premi untuk pertanggungan sampai pada tanggal ketika risiko dinilai kembali tidak memperhitungkan risiko yang terkait dengan periode setelah tanggal penilaian kembali."


Definisi ini tampaknya untuk menyatakan bahwa setiap kemungkinan arus kas masa depan berada di dalam batasan kontrak, kecuali entitas dapat memenuhi kriteria yang tinggi untuk dikecualikan. Namun, jika kontrak asuransi menyatakan bahwa penanggung memiliki hak untuk mengubah harga atau bahkan membatalkan kontrak dengan katakanlah selama 30 hari pemberitahuan, periode pertanggungan mungkin berada dalam batasan satu tahun yang diperbolehkan oleh PAA. Jadi, meskipun kontrak asuransi jangka panjang memiliki kemungkinan untuk memenuhi syarat untuk PAA tanpa harus membuktikan kesamaan dengan GMM.


Tidak berbeda secara material dari GMM

Definisi material dalam hal ini perlu didefinisikan oleh perusahaan asuransi, tetapi jika tiga kondisi berikut dipenuhi maka perusahaan asuransi mungkin dapat menerapkan PAA bahkan jika periode pertanggungan dari kontrak yang dipertimbangkan lebih dari satu tahun:

  1. Premi masa depan cukup untuk menanggung klaim dan biaya masa depan ketika terjadi tanpa adanya perbedaan waktu (premi yang dibayarkan pada bulan tertentu sepenuhnya menanggung ekspektasi klaim dan biaya yang berkaitan dengan bulan tersebut).

  2. Penyisihan untuk penyesuaian risiko (risk adjustment) dalam premi cukup untuk menutupi selisih antara estimasi arus kas terbaik dan arus kas yang telah disesuaikan untuk tiap periode pelaporan. Untuk dapat membuktikan hal ini, metodologi yang digunakan untuk menghitung penyesuaian risiko perlu dipertimbangkan secara cermat. Misalnya, jika penyesuaian risiko dilakukan dengan menambahkan marjin terhadap premi yang dibebankan maka ini relatif mudah untuk memastikan bahwa penyesuaian risiko diperbolehkan dalam premi berjalan dengan tingkat risiko yang sama dalam portofolio.

  3. Coverage units yang dipilih berdasarkan GMM memastikan bahwa profit diakui sejalan dengan profit dalam tarif pada tiap premi.

Latihan dalam bentuk spreadsheet sederhana menunjukkan bahwa jika kondisi ini terpenuhi maka liabilitas sisa masa asuransi (liability for remaining coverage) dalam GMM dan PAA sangat mirip. Asumsi ini tidak selalu realistis, namun terdapat kemungkinan terpenuhi untuk beberapa produk, seperti kontrak asuransi tertentu dengan peningkatan premi.


Pertimbangan lainnya

Bahkan jika kondisi yang disebutkan di atas berlaku dan liabilitas untuk sisa masa asuransi menghasilkan hasil yang mirip atas dua pendekatan, ini juga perlu mempertimbangkan variabilitas dalam arus kas pemenuhan. Paragraf 54 dalam PSAK 74 menyebutkan:


"Kriteria dalam paragraf 53(a) tidak terpenuhi jika pada saat insepsi kelompok, entitas mengharapkan variabilitas yang signifikan dalam arus kas pemenuhan yang akan berdampak pada pengukuran liabilitas sisa masa pertanggungan selama periode sebelum klaim terjadi. Variabilitas dalam arus kas pemenuhan meningkat, dengan, misalnya:


a. sejauh mana arus kas masa depan terkait dengan derivatif yang melekat dalam kontrak; dan

b. lamanya periode pertanggungan kelompok kontrak"


Hal ini akan tergantung pada perusahaan untuk memutuskan interpretasi yang tepat dari variabilitas dalam arus kas pemenuhan dan apakah akan menjadi penghalang untuk menggunakan PAA.


Selanjutnya, PAA mengasumsikan bahwa tidak ada kontrak dalam portofolio yang bersifat onerous pada saat pengakuan awal, kecuali terdapat fakta dan keadaan yang mengindikasikan sebaliknya (Paragraf 18 dalam PSAK 74). Paragraf 57 dan 58 menjelaskan bagaimana menjelaskan kasus dimana setiap saat selama masa pertanggungan, fakta dan keadaan menunjukkan bahwa sekelompok kotrak bersifat onerous. Jadi PAA tidak dirancang untuk mengukur kontrak yang bersifat onerous, tetapi perlakuannya mungkin masih serupa dengan bagaimana perusahaan asuransi saat ini memperhitungkan kontrak onerous berdasarkan PSAK 62 dan oleh karena itu PAA masih merupakan pilihan yang menarik.


Kesimpulan

Meskipun PAA sebagian besar telah diabaikan oleh perusahaan dengan polis jangka panjang, terdapat kemungkinan kasus untuk dapat menggunakannya berdasarkan beberapa penyelidikan yang relatif sederhana dan pemeriksaan yang cermat terhadap persyaratan kontrak dan kondisi – terutama jika itu berarti berpotensi menghindari pergolakan model dan sistem yang akan diperlukan berdasarkan GMM. Bagaimanapun seseorang harus juga mempertimbangkan apakah akan mematuhi dengan semangat dan bukan hanya berdasarkan kata kata dalam standar PSAK 74 – sebagai auditor seseorang pasti akan mempertimbangkan hal yang sama.


Pamela Hellig sebelumnya adalah Senior Manajer Aktuaria di MBE Consulting.


Diterjemahkan oleh Nourmalita Arifianti - Konsultan KKA GD.

Email : nourmalita.arifianti@kkagd.com


105 views0 comments
kkagd

Yang dikatakan sebagai tantangan terbesar yang muncul karena penerapan PSAK 74 adalah kebutuhan datanya. Tetapi apakah ini benar?


Banyak diungkapkan bagaimana granularity/perincian data yang diperlukan untuk penerapan PSAK 74 menambah kompleksitasnya. Tetapi aktuaris dan tenaga teknis pada perusahaan asuransi telah melakukan perhitungan pada tingkat polis, atau bahkan pada tingkat manfaat, selama bertahun-tahun.


Jadi, untuk pelaporan PSAK 74, granularity/perincian data tidak selalu menjadi masalah. Terlepas dari data-data seperti locked-in rates dan data historis yang hilang yang diperlukan untuk proses transisi, Perusahaan seharusnya sudah memiliki semua data yang dibutuhkan.


Sebaliknya, orang mungkin berpendapat bahwa kompleksitas dalam penerapan PSAK 74 yang sebenarnya berasal dari proses pengelolaan data; di mana, bagaimana dan siapa saja yang terlibat dalam proses aggregation. Divisi Keuangan dan Aktuaria sekarang perlu bekerja sama lebih erat untuk memastikan bahwa data masing-masing kontrak dikelola, dikelompokkan, dan dilaporkan dengan benar.


IFRS Assess - penilaian berbasis spreadsheet yang disiapkan oleh MBE sangat berharga dalam mengungkap persyaratan data dan persyaratan perhitungan PSAK 74 dan mengidentifikasi kesenjangan dalam data dan pemahaman. Perusahaan dapat melakukan end-to-end dry run (penilaian percobaan menyeluruh) pelaporan PSAK 74 menggunakan data yang Perusahaan sudah miliki tanpa mempengaruhi operasional Perusahaan.


Kajian semacam itu dapat memberikan keyakinan bahwa penerapan PSAK 74 tidak sesulit yang kita kira dan dapat sangat membantu dalam membuat keputusan sistem yang dibutuhkan dan model yang digunakan.


Hubungi kami untuk mengetahui bagaimana IFRS Assess dapat membantu pelaporan PSAK 74 Anda.


Diterjemahkan dari artikel “Is IFRS17 really that complex?” yang ditulis oleh Andries Beukes

49 views0 comments
bottom of page