top of page

insights.


Ketika kita membahas program pensiun, kebanyakan orang baru menyadari pentingnya program pensiun yang didanai ketika mendekati usia pensiun.


Kelompok milenial saat ini mendominasi angkatan kerja dan mereka termasuk kelompok karyawan yang berisiko tidak memiliki pendanaan pensiun yang baik.


Dalam prakteknya, banyak perusahaan dan karyawannya menggagap ketentuan UU No.13/2003 merupakan suatu program pensiun. Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena PHK akibat mencapai usia pensiun merupakan salah satu poin yang diatur dalam UU tersebut. Namun UU No.13/2003 tidak mengatur bagaimana mekanisme pendanaan atas PHK karena pensiun tersebut sehingga mayoritas perusahaan menggunakan mekanisme pendanaan “Pay as you Go” yaitu dibayarkan/didanai pada saat karyawan pensiun.


Pay as you go sebenarnya bukan mekanisme pendanaan, karena dana yang tersedia dalam suatu waktu dapat berfluktuasi seiring jumlah manfaat pensiun yang dibayarkan dalam tahun tertentu.


Pay as you Go sangat wajar menjadi opsi dari perusahaan yang baru berdiri, selain kewajibannya sangat kecil dan pembayaran manfaat masih lama. Peluang karyawan masih ada pada saat mencapai usia pensiun bisa jadi relatif kecil.


Cerita di atas akan berbeda jika perusahaan sudah berjalan cukup lama, dan memiliki kumpulan karyawan yang juga bekerja cukup lama dan sudah mendekati usia pensiun. Pay as you go akan memberikan risiko kepada perusahaan maupun karyawan, karena kinerja bisnis tidak selalu tinggi dan aman, ada peluang di tahun-tahun tertentu akan mengalami penurunan kinerja.


Cadangan yang dibentuk dalam neraca keuangan berdasarkan PSAK 24 akan dicatat dalam nominal yang cukup besar dan bisa jadi lebih besar dari modal perusahaan jika tidak didanai. Karyawan tidak akan menyadari hal ini karena akses akan laporan keuangan belum tentu diberikan dan karyawan akan berada dalam situasi yang dirugikan jika ternyata aset-aset perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut jika sewaktu-waktu perusahan ditutup.


Semakin banyak perusahaan publik dan multinasional memahami risiko tersebut dan mulai melakukan pendanaan atas kewajiban UU No.13, khususnya manfaat pensiun. Selain memberikan rasa aman kepada karyawannya, program pendanaan pensiun ini dapat dipakai sebagai strategi menarik talent yang efektif, apalagi jika perusahaan sebelumnya belum memiliki program pensiun. Di sisi lain, pendanaan program pensiun juga dapat membantu retensi karyawan dan mengurangi biaya rekruitmen, training dan disrupsi bisnis akibat turn-over yang relative lebih rendah.


Hal yang juga kurang dipahami bahwa pendanaan pensiun ini juga sebenarnya merupakan strategi optimalisasi biaya dan pajak. Jika manfaat pensiun didanai melalui dana pensiun, maka perusahaan akan menerima insentif pajak pada saat membayar iuran, pengembangan investasi maupun saat karyawan menerima manfaat.


Apakah perusahaan anda sudah memiliki strategi pendanaan yang tepat ?




Business photo created by rawpixel.com - www.freepik.com

81 views0 comments

Dalam beberapa bulan ini kita mendengar banyak perusahaan mulai melakukan PHK kepada karyawannya akibat menurunnya bisnis serta sulitnya membayar gaji karena turunnya pendapatan perusahaan.


Undang Undang No.13/2003 tentang ketenagakerjaan mengatur definisi PHK dan tingkat manfaat yang diberikan kepada karyawan. Undang Undang tersebut bertujuan memberikan bantuan dana darurat untuk biaya hidup selama beberapa waktu sebelum karyawan mendapat pekerjaan atau sumber penghasilan yang baru.


Dalam PSAK 24, kejadian PHK dapat masuk dalam klasifikasi ‘kejadian khusus’ jika jumlah karyawan yang terdampak dan nilai manfaat yang dibayarkan cukup besar. Diperlukan penyesuaian beban accrual dan cadangan yang dibentuk untuk memastikan cadangan yang dibentuk bagi karyawan yang masih aktif memadai dan terpisah dengan biaya PHK yang dikeluarkan oleh perusahaan.


Tentunya jika karyawan tersebut merupakan karyawan tetap, perusahaan sudah membuat accrual cadangan pada periode sebelumnya. Accrual cadangan yang dibuat tentunya berdasarkan asumsi perusahan berjalan normal dan ‘going concern’. Manfaat PHK tidak dihitung menggunakan prinsip ‘going concern, karena sangat sulit membuat asumsi dan prediksi kapan dan siapa yang akan terkena PHK dalam suatu perusahaan. Kesulitan dalam membuat asumsi ini biasanya akan berkurang pada saat manajemen sudah berada dalam situasi sulit dan harus mengambil keputusan strategis.


Biasanya jika perusahaan merencanakan suatu skenario PHK, yang pertama ditentukan adalah kriteria karyawan yang akan diPHK terlebih dulu serta berapa besar PHK ini akan membantu perusahaan bertahan di tengah situasi sulit. Dalam PSAK 24, PHK dikategorikan terpisah karena kejadian yang menimbulkan kewajiban ini adalah terminasi kontrak kerja dan bukan jasa yang diberikan pekerja. Biasanya perusahaan membuat anggaran khusus dengan kajian mengenai biaya dan dampaknya.


Dampak penyajian PHK dalam PSAK 24 akan menjadi PR tersediri jika aktuaris eksternal tidak dilibatkan sejak dini. Aktuaris dapat membantu perusahaan dalam melakukan simulasi biaya serta tambahan cadangan terkait dampak dari PHK yang terjadi selama periode sulit.

Banyak HRD maupun Finance tidak menyadari konsekuensi biaya pada PSAK 24 ini sampai pada proses audit yang meminta mereka melakukan penyesuaian jurnal beban dan manfaat terkait proses PHK tersebut.





Business photo created by yanalya - www.freepik.com

897 views0 comments
kkagd

Pernahkah anda menyadari bahwa imbalan kerja jenisnya banyak sekali dan variasi antar perusahaan juga sangat luas.


Berdasarkan sifatnya imbalan kerja dibedakan antara wajib dan tidak wajib/tambahan.


Employee benefit yang wajib antara lain BPJS Ketenagakerjaan berupa jaminan pensiun dan jaminan hari tua dan BPJS Kesehatan. Lalu ada hak cuti yang biasanya diberikan satu hari dalam satu bulan sehingga dalam IEsetahun minimal ada 12 hari cuti.


Sementara imbalan kerja tambahan contohnya asuransi kesehatan dan program pensiun yang diselenggarakan perusahaan. Betul, program pensiun di Indonesia masih merupakan program tambahan dan bersifat sukarela berdasarkan UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.


Demikian pula halnya dengan program asuransi Kesehatan yang dikelola asuransi atau perusahaan, bukan merupakan program yang wajib sehingga tidak selalu diberikan kepada karyawan, terutama pada perusahaan-perusahaan kecil/UKM.


Dari dimensi waktunya, imbalan kerja dibedakan antara jangka pendek dan jangka panjang. Yang dimaksud jangka pendek di sini adalah manfaat yang dapat dinikmati dalam waktu 12 bulan. Program pensiun merupakan imbalan kerja jangka Panjang, karena manfaat yang diterima paling cepat saat kita memasuki usia pensiun. Di sisi lain, hak cuti dan program Kesehatan merupakan imbalan kerja yang dapat segera digunakan tanpa menunggu terlalu lama jika memang diperlukan.


Kemudian dari sumber pendanaannya-nya, imbalan kerja dapat didanai sepenuhnya oleh perusahaan atau karyawan juga dapat turut memiliki andil dalam pendanaan program tersebut. Baik program pensiun maupun kesehatan mengenal mekanisme yang dapat mensyaratkan karyawan turut mendanai program imbalan kerja.


Pengaturan imbalan kerja biasanya melalui suatu Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama di mana banyak menggunakan referensi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 termasuk didalamnya ketentuan mengenai manfaat pesangon.


Setelah memahami kategori klasifikasi imbalan kerja ini, tentunya akan lebih mudah memahami biaya dan tingkat manfaat yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya.


Nah pertanyaannya sekarang, apakah anda perusahaan anda memberikan manfaat tambahan ?


Mengapa perusahaan perlu memberikan manfaat tambahan ?




Business photo created by senivpetro - www.freepik.com

469 views0 comments
bottom of page