Di banyak perusahaan kelompok pekerja milenial merupakan kelompok yang dominan saat ini. Kelompok ini dominan di perusahaan-perusahaan telekomunikasi, tekhnologi dan startup business. Rata-rata mereka sudah melek teknologi, mencari sendiri informasi melalui mbah Google.
Namun, perusahaan-perusahaan besar juga memiliki kelompok karyawan Baby Boomer dan Gen X dengan porsi yang cukup banyak. Mereka tentunya sedikit banyak mulai merasakan perbedaan-perbedaan kebutuhan dibandingkan saat mereka berada dalam posisi usia di bawah 35 tahun.
Contoh yang paling kelihatan adalah bagaimana cara karyawan menikmati gaji, bonus dan benefit yang diberikan perusahaan. Generasi Baby Boomer tentunya sudah mendekati usia pensiun dan mengharapkan pensiun yang ideal dengan menyisihkan lebih banyak ke program pensiun. Bila mereka masih punya cicilan rumah, ini juga akan menjadi prioritas mereka untuk segera dilunasi.
Berbeda dengan generasi X yang sebagian besar sudah berkeluarga dan memiliki anak usia sekolah. Program benefit asuransi kesehatan yang baik menjadi prioritas mereka di samping cukupnya waktu cuti untuk berlibur bersama keluarga.
Bagi kelompok milenial, sebagian merasa manfaat pensiun dan manfaat asuransi bukan manfaat yang menjadi prioritas. Daripada jaminan asuransi dengan fasilitas kamar kelas 1 atau VIP, mereka lebih menghargai jika diberikan fasilitas gym atau insentif untuk olah raga favoritnya. Demikian juga halnya dengan iuran pensiun, mereka perlu menabung untuk mengumpulkan DP bagi mobil atau rumah impian mereka. Dengan fasilitas yang diberikan pemerintah saat ini yaitu DP yang ringan untuk KPR, sebagian besar tabungan mereka pada akhirnya bisa jadi habis untuk belanja konsumtif secara online untuk gadget terkini, atau bepergian ke lokasi wisata instagramable untuk selfie.
Masalahnya masih sedikit perusahaan di Indonesia yang memberikan benefit yang cukup fleksibel bagi karyawannya. Biasanya program benefit dibedakan berdasarkan level jabatan, masa kerja dan lokasi kerja. Di negara tetangga Singapura, konsep flexible benefit ini sudah diperkenalkan sejak satu dekade silam. Hal tersebut muncul karena tenaga kerja yang tersedia di pasar cukup ketat dan banyak tenaga kerja asing dengan kebutuhan program benefit beragam. Flexible benefit merupakan upaya untuk memberikan akses terhadap benefit yang diberikan sesuai budget yang diberikan berdasarkan kebutuhan karyawan sehingga apresiasi value benefitnya menjadi maksimal. Karyawan juga menyadari bahwa benefit yang diberikan perusahan merupakan komponen reward yang satu paket dengan gaji maupun fasilitas lainnya.
Di Indonesia, baru sedikit perusahaan yang sudah menerapkan flexible benefit. Sebenarnya cukup banyak juga yang sudah melakukan kajian untuk menerapkan flexible benefit, namun terkendala biaya, berhadapan dengan proses yang rumit dengan manajemen serta Serikat Pekerja juga memberi andil flexible benefit belum masuk sebagai agenda prioritas bagi seorang Manajer HRD. Seringkali juga anggaran penyesuaian remunasi habis digunakan untuk kenaikan gaji sehingga tidak ada ruang untuk menambahkan atau merubah komponen benefit. Ada perusahaan yang merasa paket benefit yang diberikan sudah sangat tinggi dan khawatir dengan kesan kalau tingkat benefitnya berkurang. Atau di sisi lain ada juga perusahan yang merasa sudah cukup dengan memberikan benefit yang memang diwajibkan oleh peraturan dan merasa beban untuk benefit wajib sendiri sudah tinggi.
Sebenarnya program flexible benefit lebih banyak karena alasan untuk mengendalikan biaya, atau menambahkan opsi benefit tambahan/baru tanpa menambah biaya. Justru sering dilakukan saat perusahaan perlu efisiensi atau proses harmonisasi saat terjadi merger atau akuisisi. Pengalaman yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan besar yang terlebih dulu menerapkan program flexible benefit seharusnya bisa menjadi alasan kalau mitos flexible benefit akan menjadi beban tidak tepat, justru flexible benefit dapat menjadi sarana dalam mengendalikan biaya benefit secara efektif apalagi pada saat karyawan berbeda generasi menuntut ragam dan tingkat benefit yang berbeda. Jadi sebelum manajemen terpaksa harus memilih benefit mana yang harus ditingkatkan yang meningkatkan biaya, mengapa tidak memberikan opsi bagi karyawan untuk membuat keputusan dan memilih sendiri benefit mana yang mereka anggap penting dan bernilai tinggi.
Alasan utama menerapkan flexible benefit adalah meningkatkan value proposition dari program benefit yang diberikan. Hal ini menjadi mungkin karena setiap tahun karyawan diminta untuk memilih paket-paket benefit sesuai dengan budget yang dialokasikan. Dalam proses pemilihan paket ini, tentunya informasi mengenai rincian benefit dan biayanya juga akan menjadi pertimbangan bagi karyawan mengenai perlu atau tidak perlunya suatu benefit ditambah atau dikurangi.
Di jaman Now, memberikan program flexible benefit tentunya memerlukan sistem yang mumpuni. Artinya sarana untuk memilih paket benefit bagi karyawan dalam proses ini harus dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benefit itu sendiri. Jika sistemnya asal-asalan, jangankan memilih, untuk masuk ke sistemnya saja sudah menjadi momok. Anda harus memastikan bahwa standar ekspektasi sistem yang diberikan dapat menyamai kenyamanan mereka mencari informasi melalui mbah Google dan belanja online di situs belanja yang terkenal.
Jadi, Now adalah saatnya beralih ke flexible benefit agar perusahaan anda bisa menjadi impian bagi talent jaman Now !
=IGD=
20 September 2019
Tourist photo created by rawpixel.com / Freepik
Business photo created by rawpixel.com - www.freepik.com
People photo created by freepik - www.freepik.com