top of page
kkagd

Uang jajan atau Hadiah Naik Kelas

Updated: Sep 2, 2019

Artikel ini mencoba menjelaskan perbedaan Program Pensiun Manfaat Pasti (Defined Benefit) dan Program Pensiun Iuran Pasti (Defined Contribution) dengan sebuah analogi.


Seorang anak biasanya mendapatkan uang jajan dari orang tuanya per hari atau per minggu. Uang jajan tersebut diberikan untuk jajan sesuai dengan namanya. Setiap harinya mungkin masih ada sisa uang jajan yang kemudian dapat disimpan atau bahkan tidak dipakai untuk jajan sama sekali. Di waktu-waktu tertentu, anak tersebut akan menghitung jumlah simpanannya jika sudah cukup untuk membeli mainan. Sisa uang jajan yang disimpan setiap hari itu ternyata menjadi cukup banyak tergantung bagaimana anak tersebut jajan.

Selain uang jajan, anak tersebut juga mungkin dijanjikan boleh membeli mainan tertentu jika ranking di sekolah - sebagai hadiah naik kelas. Tentunya kalau dia tidak mendapat ranking, dia tidak akan mendapat mainan yang dijanjikan di awal. Mungkin anak tersebut masih dapat mainan jika tidak mendapat ranking, tetapi tentunya dengan nilai yang lebih kecil. Selama 1 tahun sebelum kenaikan kelas, orang tua anak tersebut tidak perlu memberikan apa-apa - tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Tetapi di sisi lain, mereka sebenarnya menyisihkan uang agar nanti pas kenaikan kelas uangnya sudah ada.

Cerita uang jajan di atas sebenarnya memiliki konsep yang sama dengan program pensiun iuran pasti. Perusahaan menjanjikan "uang jajan" yang sama setiap Bulannya. Untungnya "uang jajan" tersebut sudah tinggal disimpan di laci, perusahaan kasih "uang jajan" lain untuk beli nasi goreng. Akumulasi "uang jajan" tadi ini yang akan kita gunakan sedikit-sedikit setelah pensiun. Di sisi lain, hadiah naik kelas memiliki konsep yang serupa dengan program pensiun manfaat pasti. Perusahaan menjanjikan "hadiah naik kelas" dengan syarat tertentu - misalnya mencapai usia pensiun.

Selalu ada dua sisi koin sehingga kita harus membahas kelebihan dan kekurangan dari "uang jajan" dan "hadiah naik kelas" dari kedua sisi - "orang tua" (perusahaan) dan "anak" (karyawan).


Dalam memberikan "hadiah naik kelas", "orang tua" memiliki fleksibilitas dalam menentukan kapan si "anak" dapat mengambil manfaatnya, syarat-syaratnya dan tentunya besaran manfaatnya. "Orang tua" memiliki kebebasan menentukan di mana dia akan menyimpan uangnya sampai si "anak" mengklaim hadiahnya. Namun, untuk memastikan uang tersebut cukup pada waktunya, "orang tua" harus menghitung berapa yang harus dia sisihkan setiap bulannya dan kalau ada kekurangan, "orang tua" juga harus menghitung berapa kekurangan yang harus dikejar di bulan-bulan selanjutnya. Kalau sampai waktunya membeli "hadiah naik kelas" uang yang terkumpul tidak cukup, maka "orang tua" harus menambahkan dari tabungan yang lain. Di sisi lain, "anak" pasti akan mendapat "hadiah naik kelas" yang dia inginkan jika memenuhi syarat-syarat yang disetujui di awal. Tetapi, "anak" mungkin akan mendapatkan "hadiah naik kelas" yang lebih kecil nilainya kalau tidak memenuhi syarat-syarat tertentu - misalnya "tidak naik kelas" atau mengundurkan diri dari perusahaan.

Memberikan "uang jajan" bagi "orang tua" memberikan kepastian besaran biaya yang keluar setiap bulan atau bahkan selama satu tahun. Tidak ada resiko bagi "orang tua" kalau uang yang dikumpulkan "anak" tidak cukup untuk membeli "hadiah naik kelas". Namun, "anak" akan tetap mendapatkan "uang jajan" tersebut - dan membeli mainan" meskipun dia tidak naik kelas. Satu-satunya kerugian si "anak" adalah "uang jajan" yang terkumpul mungkin tidak cukup untuk beli mainan yang dia inginkan - mungkin karena dia tidak menyimpan dengan benar sehingga ada uang yang hilang.

Satu hal yang belum kita bahas di sini adalah di dalam industri pensiun ada pihak lain yang mengatur "orang tua" di satu sisi dan memberikan insentif di sisi lainnya - OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan DJP (DirJen Pajak).

45 views0 comments

Comments


bottom of page